Dear kawan,
Lama tidak menyapa nih….. Yah, beberapa hari terakhir ini malah keasyikan Face Book-an hehe…..
Aku agak kesulitan memberi judul tulisanku kali ini, karena tulisan ini adalah akumulasi dari beberapa hal yang aku lewati seminggu kemarin….. semuanya pingin aku tuliskan…. jadilah aku pilih satu hal yang paling “eye catching” hehe…
World Conference
Minggu lalu acaraku lumayan padat…. terutama hari Rabu-Kamis lalu. Ceritanya UGM akan menyelenggarakan World Confererence on Science, Education, and Culture tahun 2010 nanti, dengan thema : Local Wisdom Inspiring Global Solution. Keren kan? Tapi mulai sekarang persiapannya sudah heboh nih… dan tg 12 Agustus kemaren ada acara Launching Ceremony untuk konferensi tersebut secara lumayan megah di Ghra Sabha Pramana. Dalam Launching itu diselenggarakan pula “satelite meeting” untuk masing-masing bidang (Science Tech, Culture, Education, Health, dll) untuk menggali berbagai local wisdom di bidang masing-masing yang nantinya akan diangkat menjadi bahan conference. Nah, ceritanya… aku menjadi salah satu moderator dalam meeting tersebut. Yah.. alhamdulillah, acara berjalan lancar…. kami berhasil mengidentifikasi berbagai topik untuk diangkat dalam World Conference 2010 nantinya. Di bidang health, topik pokok yang diangkat adalah penggunaan Herbal medicine sebagai salah satu kearifan lokal kita untuk bisa dibawa ke tingkat global. Selain herbal, banyak local wisdom di bidang kesehatan yang bisa diangkat. Untuk bisa diterima di dunia global, yang penting adalah metode yang digunakan dapat diterima juga secara global. Katakanlah… kerokan saat masuk angin. Perlu dilakukan kajian dengan metode yang bisa diterima, apa sih yang terjadi pada kerokan sehingga menjadi salah satu budaya sebagian besar kita (hayo… ngaku!) ketika masuk angin?
Ternyata sudah ada penelitian tentang pengaruh kerokan. Katanya, kerokan dengan intensitas kuat dan frekuensi rendah akan mengenai titik-titik saraf yang berhubungan dengan otak sehingga organ ini mensekresikan hormon endomorfin (B-endorfin, dinorfin, dan enkepalin). B-endorfin menimbulkan rasa nyaman karena ia berfungsi mengendalikan rasa nyeri. Adanya zat-zat itu dalam darah menyebabkan penderita merasa lebih bugar. B-endorfin juga merangsang organ viscera, terutama paru-paru dan jantung, sehingga penderita bisa bernapas lebih lega, serta peredaran darahnya jadi lebih baik. Zat ini juga yang bisa menyebabkan orang jadi ”ketagihan” kerokan ……. Hmm, siapa yang suka kerokan?
Nego costing I-MHERE
Nah, kawan… Selesai jadi moderator di Launching World conference, tanpa sempat pulang ke rumah, langsung cabut ke Bandara untuk mengejar pesawat ke Jakarta untuk penerbangan jam 14.30an. Aku berangkat sendiri karena teman-teman satu tim sudah berangkat dengan pesawat pagi. Sedangkan aku sendiri karena ada tugas yang barusan aku ceritakan ini, terpaksa menyusul sendiri dengan penerbangan siang. Untung pesawatnya delayed hehe… jadi sempat sholat dengan sedikit santai di mushola Bandara. O,ya… di Jakarta ini aku termasuk salah satu anggota tim dari UGM, khususnya Fakultas Farmasi, untuk nego costing dengan reviewer dari DIKTI untuk proposal I-MHERE kami. Alhamdulillah, bahwa UGM tahun ini dapat skema pendanaan untuk pengembangan universitas sebesar sekitar 10 Miliar setahun untuk 3 Fakultas yang terpilih, yang disebut kegiatan I-MHERE (Indonesia Managing Higher Education Relevance and Efficience). Pesawat mendarat jam 15.45-an, dan aku sendirian kayak orang ilang memilih naik Bus DAMRI tujuan Blok M, karena hotel tempat meeting-nya ada di kawasan Blok M. Mau naik taksi agak serem soalnya sudah sore dan sendirian. Setelah menunggu sesaat, jadilah aku membelah kota Jakarta dengan bus selama sekitar 2,5 jam dari Bandara ke Blok M dan menikmati kemacetannya. Huah..! Tapi yah… enjoy aja lah. Sampai terminal Blok M, aku naik bajaj ke Hotel…. asyik juga tuh, menyusuri malam dengan bajaj…
Tapi semua kecapekan itu terobati dengan dinner yang memanjakan lidah di hotel… hehe… setelah itu kami meeting sampai hampir tengah malam menyusun kesepakatan perbaikan proposal sesuai dengan hasil negosiasi. Siip lah… alhamdulillah, urusan IMHERE tidak ada masalah. Aku harus segera berangkat tidur karena besoknya mau balik Jogja lagi dengan pesawat jam 6 pagi….. !! Lhah, gimana lagi…. teman-teman bisa ambil pesawat siang karena mereka free, sedangkan aku kebetulan sudah janjian untuk menguji skripsi mahasiswa jam 13 dan 15 hari Kamisnya. Mau ambil pesawat jam 11 sudah fully booked. Tapi gak papa…. cukup heroik, hehe..
Penelitian Farmakogenetik
Hari Kamis siangnya ada satu good news datang buatku……. Proposal Penelitianku yang terakhir aku apply-kan ke DIKTI diterima. Alhamdulillah..! Rasanya senang aja mengingat bikinnya mirip Bandung Bondowoso, hanya 2-3 hari sebelum deadline. Kali ini adalah proposal kolaborasi dengan mitra internasional dari Institute for Research in Molecular Medicine (INFORMM) USM Malaysia. Topiknya hal baru buatku, makanya aku cukup excited ketika diterima. Judulnya ” Pemetaan polimorfisme genetik sitokrom P450 subtipe CYP2D6, CYP2C9, dan CYP2C19 pada populasi etnis Jawa di Indonesia”. Keren kan? Hehe…. Aku lagi tertarik dengan kajian farmakogenetik/genomik dan ingin melebarkan wawasan keilmuan kesana. Mengapa? Ini alasan yang kutulis di bagian pendahuluan proposalku:
Variasi antar individu dalam hal respon terhadap obat dan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan (adverse drug reactions, ADRs) merupakan masalah kesehatan yang besar. Adanya ADR ini merupakan penyebab terbesar ketidak-patuhan pasien terhadap pengobatan maupun kegagalan pengobatan, terutama pada penyakit-penyakit kronis. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini adalah faktor genetik. Karena itu, kemampuan untuk memahami kemungkinan penyebab variasi respon ini melalui studi farmakogenetik/genomik sangat perlu sebagai prediktor untuk meningkatkan respon terhadap obat, mencegah terjadinya ADR, yang pada gilirannya akan dapat mengurangi biaya kesehatan dan beban sosial akibat adanya ADR atau ketidakefektifan pengobatan. Di sisi lain, bagi industri farmasi, informasi ini sangat penting untuk mengetahui obat-obat mana yang paling sesuai dikembangkan untuk profil farmakogenetik orang Indonesia.
Fakta awal bahwa faktor genetik memainkan peran dalam variasi respon terhadap obat didasarkan pada adanya perbedaan fenotip enzim pemetabolisme obat pada individu yang mengalami adverse drug reaction. Berkurangnya aktivitas enzim pemetabolisme fase II di hati ternyata berkorelasi signifikan dengan terjadinya toksisitas saraf obat TBC isoniazid pada beberapa orang yang mengalaminya (Evans dan Relling, 1999). Fakta lebih baru menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas enzim pemetabolisme fase II tersebut disebabkan karena adanya polimorfisme pada enzim N-acetyl transferase 2 (NAT2). Contoh lain adalah penyakit Lupus yang disebabkan karena prokainamid, yang ternyata dijumpai pada individu yang mengalami mutasi pada enzim sitokrom 450 subtipe CYP2D6. Contoh ini membuka tantangan di bidang farmakologi yang disebut farmakogenetik, yang berfokus pada pencarian faktor genetik yang bertanggung-jawab terhadap variabilitas respon individu terhadap obat.
Polimorfisme pada gen yang mengkode protein yang terlibat dalam proses abosrpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, maupun terhadap respon terhadap obat, sangat berpengaruh signifikan respon in vivo suatu individu terhadap obat. Namun demikian, hingga saat ini belum ada publikasi mengenai peta polimorfisme genetik pada orang asli Indonesia terkait dengan berbagai gen yang mungkin terlibat dalam respon obat. Untuk itu sangat perlu kiranya dilakukan pemetaan polimorfisme genetik pada penduduk asli Indonesia, apalagi Indonesia sangat kaya dengan suku bangsa, yang sangat memungkinkan terdapatnya variasi genetik yang luas.
Pada penelitian kali ini akan dilakukan pemetaan genetik khususnya pada suku Jawa sebagai suku dengan populasi terbesar di Indonesia. Pada kesempatan penelitian berikutnya dimungkinkan untuk memetakan pola polimorfisme genetik pada berbagai suku lainnya di Indonesia. Gen yang dipilih untuk diamati adalah gen yang mengkode enzim sitokrom P450 subtipe CYP2D6, CYP2C9, dan CYP2C19, karena mereka merupakan enzim yang paling banyak dilaporkan mengalami polimorfisme dan bertanggungjawab terhadap banyak kejadian adverse drug reaction dan kegagalan terapi beberapa obat yang lazim digunakan (Nelson, et al, 1996). Penelitian ini merupakan penelitian kerjasama yang dilakukan oleh tim Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dengan Institute for Research in Molecular Medicine (INFORMM) Universiti Sains Malaysia. Ruang lingkup kerjasama penelitian ini mencakup pemetaan polimorfisme genetik untuk berbagai gen-gen yang terlibat dalam respon obat pada berbagai etnis/suku di Indonesia. Langkanya laporan profil genetik orang asli Indonesia di jurnal-jurnal ilmiah internasional menjadi daya ungkit penelitian ini karena akan menjadi hasil yang orisinal dan bernilai ilmiah tinggi, sehingga sangat potensial untuk dipublikasikan secara internasional. Selanjutnya, adanya informasi farmakogenetik berbagai obat pada populasi penduduk asli Indonesia akan sangat bermanfaat sebagai prediktor terhadap kemungkinan risiko ADR, kegagalan terapi, maupun untuk prioritisasi pengembangan obat.
Penutup
Nah udah dulu ya…. Aku mau siap-siap mandi karena nanti harus ikut Upacara 17 Agustusan di kantor.
Dirgahayu negriku! Hiduplah Indonesia Rayaaa…!!!
komentar