Dear kawan,
Bulan Juni kemarin cukup mengesankan bagiku karena diapit oleh dua perjalanan ke luar kota. Dibuka dengan perjalanan ke Banjarbaru Kalimantan Selatan pada tanggal 1-2 Juni, dan ditutup dengan perjalanan ke Aceh pada tanggal 28-30 Juni. Tulisan ini sekadar catatan perjalanan untuk dokumentasiku pribadi yang baru sempat kutulis menjelang pertengahan Juli ini.
Ke Banjarbaru
Undangan mengisi acara ke Banjarmasin, atau tepatnya Banjarbaru, datang dari kawan-kawan Prodi Farmasi Universitas Lambung Mangkurat, untuk memberi materi pada Workshop Pharmaceutical Care yang mereka selenggarakan pada tanggal 2 Juni 2013. Kajiannya adalah tentang penyakit kardiovaskuler, dan aku kebagian untuk memberi materi tentang farmakoterapinya.
Perjalanan ke Banjarbaru dari Yogya termasuk relatif nyaman, karena cukup satu kali penerbangan langsung. Tapi yah.. senyaman-nyamannya tetep aja sebel kalo pesawat delayed. Dan itulah yang terjadi pada penerbanganku ke Banjarbaru. Keberangkatan tertunda hampir dua jam, dan kami tiba di Banjarmasin pada hampir tengah malam. Untungnya kami berangkat bertiga, jadi ngga bete-bete amat karena ada teman bicara. Ya, aku berangkat bersama bu Endang Budiarti (apoteker RS Bethesda) yang juga menjadi narasumber dalam acara workshop tersebut bersamaku, dan anakku Hannisa (11 th), yang kali ini pengen ikut melihat kota Banjarmasin.
Saat kami mendarat hampir tengah malam di Bandara Syamsudin Noor, kota Banjarbaru telah tertidur. Kami langsung di bawa ke hotel untuk beristirahat. Perjalananku ke Banjarbaru benar-benar singkat padat, full untuk bekerja dan tak sempat main kemana-mana. Bahkan rencana mengunjungi Martapura yang merupakan pusat pengolahan dan penjualan batu permata dan intan pun tak sempat lagi. Untunglah, Hannisa tetap menikmati dan masih sempat berenang di kolam renang depan hotel sambil menunggu aku bertugas mengisi acara workshop.. Acara workshopnya sendiri berjalan lancar, banyak peserta dari kawan2 apoteker Banjarmasin, dan semua cukup antusias mengikuti acaranya yang berjalan sampai sore.
Kunjungan ke Banjarbaru cukup berkesan karena aku bisa bertemu dengan sejawat di Banjarmasin, yang beberapa di antaranya adalah alumnus Magister Farmasi Klinik UGM, dan bahkan bimbinganku thesis, yaitu bu Reni dan bu Tyas. Seperti biasanya, acara wisata kuliner adalah bagian yang paling aku sukai… kami dijamu makan siang di sebuah restoran sea food, dan aku tidak menyia-nyiakan kesempatan mencicipi semua makanan yang tersaji… udang galah bakar dan saos tiram, kerang hijau, dan aneka ikan bakar lainnya. Hm… rasanya tak terkata… Urusan kolesterol dan timbunan lemak di badan, dll, untuk sementara disingkirkan dulu dari pikiran hehe…
Salah satu kesukaanku yang lain jika berkunjung ke luar kota adalah mencari kain yang khas dari daerah tersebut. Kain khas Banjarmasin dinamakan Sasirangan, yang mirip seperti kain jumputan. Aku menyempatkan diri membeli beberapa untuk aku sendiri dan oleh-oleh buat yang di rumah.. Petangnya kami kembali lagi ke Yogya. Walau ngga sempat kemana-mana, tapi overall kunjungan cukup menyenangkan, ditutup dengan oleh-oleh beberapa perhiasan batu-batuan khas Martapura dari Panitia dan udang galah yang besar-besar dari Mbak Reni dan bu Tyas… (terimakasih, all)..
Ke Banda Aceh
Akhirnya,…aku bisa juga menginjakkan kaki di bumi serambi Mekkah. Aku katakan “akhirnya”, karena rencana ini tertunda hampir setengah tahun. Akhir tahun lalu aku sudah diundang ke Aceh, oleh pengundang yang sama, tetapi saat itu belum menemukan waktu yang pas karena aku juga ada beberapa acara lain. Rupanya kehadiranku masih diharapkan, sehingga bulan Juni kemarin aku dikontak lagi untuk merealisasikan undangan yang dulu tertunda. Dengan jeda waktu sekitar 3 minggu sejak dikontak lagi, alhamdulillah akhirnya jadi juga aku memenuhi undangan tersebut. Yang punya acara kali ini adalah Penerbit buku Erlangga bekerja sama dengan Poltekkes Aceh, yang menyelenggarakan Seminar Nasional dengan audiens para mahasiswa Poltekkes ditambah mahasiswa farmasi di luar Poltekkes di Banda Aceh. Cukup seru juga karena aku adalah pembicara tunggal dalam acara tersebut… rasanya jadi tersanjung…(lebaay…hehe). Yang menarik, ketika teman-teman sejawat Apoteker mendengar aku akan berkunjung ke Aceh, mereka meminta sekalian agar aku juga mengisi acara yang sengaja mereka siapkan untuk aku. Jadilah hari berikutnya aku ketemu teman-teman PD IAI Aceh dalam acara Diskusi Ilmiah. Nggak kalah serunya juga…
Long way to Aceh
Perjalanan Jogja-Banda Aceh memakan waktu hampir 10 jam… Yaa, aku keluar dari rumah jam 5 pagi, dan mendarat di Aceh menjelang pukul 15 sore.. ufff!! Sebenarnya penerbangannya tidak sebegitu lama sih, … tapi transitnya di Jakarta yang cukup lama. Aceh menyambutku dengan langit biru cerah yang cenderung panass, dengan suhu sekitar 32oC. Dengan zona waktu yang sama yaitu WIB sementara perbedaan garis bujur sebesar 15 derajat antara Aceh dengan Yogyakarta membuat aku sedikit mengalami disorientasi waktu.. 🙂 .. Serasa di negara lain saja..hehe.. Suasana khas Aceh pun mulai terasa ketika melihat wanita-wanita di sana berkerudung dan wajah khas Aceh yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng…
Bu Munira dan kawan-kawan dari Poltekkes serta Pak Fahmi dari Erlangga menjemputku di Bandara, dan langsung membawaku singgah ke sebuah restoran. Untuk pertamakalinya aku mencicipi makanan khas Aceh yakni ayam tangkap, kuah beulangong, dan aneka makanan lainnya. (Jadi ingat, di Yogya ada restoran “ayam lepaas”, di Aceh malahan “ayam tangkap”…hehe… apa ada hubungannya yaa? ). Ayam tangkap adalah ayam yang dipotong kecil-kecil dan digoreng dengan berbagai daun-daunan, seperti daun kari dan daun pandan. Unik juga, serasa mencari harta karun berupa potongan ayam di balik dedaunan…hehe. Makanan khas Aceh cenderung berasa asin, pedas dan asam… agak mirip seperti masakan Padang, tapi beda juga.. susah deh menceritakannya, aku bukan ahli urusan masak-memasak, bisanya cuma makan… Yang ada cuma dua status… enak dan enak sekali… 🙂
Acara di Poltekkes Aceh
Acara seminar di Poltekkes Aceh cukup meriah, diikuti oleh kurang lebih 200 peserta mahasiswa. Disambut dengan tarian selamat datang oleh penari-penari yang cantik, pada seminar itu aku berbicara tentang “Peran farmasis di bidang klinis pada era globalisasi.” Harapanku, aku bisa menginspirasi dan memotivasi generasi muda farmasis Aceh mengenai peranan farmasis di masa depan yang masih perlu diperjuangkan. Mahasiswa Poltekkes Aceh cukup antusias untuk bertanya dan berdiskusi, apalagi aku tayangkan juga video tentang salah satu model praktek farmasi klinik di sebuah RS di Indonesia. Yang paling seru adalah acara sesudahnya, yaitu foto bersama. Waduuh, serasa selebriti dadakan aja hehe….. diminta foto bersama berkali-kali dengan teman-teman dan mahasiswa yang berbeda-beda. Tapi keren abis lah para kawan-kawan muda dari Aceh ini…. Untuk makan siangnya, kami menuju sebuah rumah makan yang menyajikan makanan khas daerah Aceh Besar, ketemu lagi deh dengan ayam tangkap, kuah beulangong, dan makanan lain, tapi dengan versi sedikit berbeda.. Pada foto di bawah ini aku berpose bersama sebagian Dosen-dosen Poltekkes seusai Seminar…
Melancongi tanah rencong
Sore harinya aku berkesempatan berjalan-jalan menikmati kota Banda Aceh. Bersama kawan-kawan yang baik hati, Vonna, Fitri dan Rini, dan Sarah sebagai guide, kami mengunjungi Museum Tsunami Aceh. Museum tampak megah dengan bangunan menyerupai perahu. Kedahsyatan tsunami seolah tergambar kembali ketika memasuki ruang bawah tanah berupa lorong sempit dan gelap yang sengaja didisain seolah seperti kita berada di sela tingginya gelombang air laut yang menghitam saat tsunami. Di sisi kiri dan kanan ada suara air bergemuruh. Kadang memercik pelan, kadang bergemuruh kencang, mirip suasana tsunami saat itu. Suasana gelap dan dingin, membawa kita pada perasaan kelam juga.
Keluar dari situ, kami memasuki ruang-ruang display yang menampilkan foto-foto tentang dahsyat dan mirisnya suasana saat itu, gedung dan bangunan yang bertumbangan, korban-korban berserakan, air bah yang meluluhlantakkan… Namun selain itu juga digambarkan foto-foto pra tsunami dan pasca tsunami, di mana sudah terjadi recovery dan rehabilitasi. Ada beberapa diorama ditampilkan, seperti diorama kapal nelayan yang diterjang gelombang tsunami dan diorama kapal PLTD Apung yang terdampar di Punge Blang Cut. Lantai dua lebih banyak berisi media-media pembelajaran seperti perpustakaan, ruang alat peraga, ruang 4D (empat dimensi), dan souvenir shop. Beberapa alat peraga yang ditampilkan antara lain, rancangan bangunan yang tahan gempa, serta model diagram patahan bumi.
Namun ketika keluar dari Museum, gambaran bencana tadi lenyap sama sekali.. Memang masih ada sedikit sisa-sisa kehancuran di sana-sini, tetapi secara umum Aceh sudah pulih..bahkan banyak bangunan-bangunan baru dan bagus didirikan. Ada beberapa sisa peristiwa tsunami yang memang sengaja dijadikan museum dan tempat wisata, seperti kapal PLTD Apung yang pada saat tsunami tahun 2005 dulu terbawa ombak sampai terdampar di perkampungan Gampong Punge, Blangcut, Aceh. Aku sempat diajak melewati kapal tersebut dan melihat dari dekat, tapi tidak sampai turun dan naik kapal. Banyak wisatawan yang datang dan melihat saksi bisu sejarah tsunami tersebut.
Saksi bisu kedua yang kami kunjungi adalah masjid Baiturrahim, di Ulee Lheue. Masjid ini menjadi satu dari sedikit bangunan yang masih kokoh berdiri di kawasan Ulee Lheue ketika musibah tsunami terjadi. Kawasan Ulee Lheue yang berada persis di tepi laut menjadi salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak tsunami. Nyaris semua bangunan di wilayah ini rata dengan tanah atau hanyut terhempas gelombang ke arah pusat Kota Banda Aceh – beserta ribuan jiwa yang menjadi korban.
Ketika bencana tsunami itu terjadi, masjid ini tetap kokoh berdiri di tengah hamparan puing bangunan sekitarnya yang telah hancur. Hanya sebagian kecil bagian bangunan yang mengalami kerusakan akibat bencana tersebut. Sungguh hanya kebesaran Allah yang memungkinkan terjadinya “mukjzat” demikian. Aku sempat masuk dan melihat foto-foto peristiwa tsunami yang terjadi di sekitar masjid. Foto di samping adalah aku bersama Fitri di halaman masjid legenda itu..
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju pantai Banda Aceh yang cantik. Suasana saat itu begitu cerah dan indah. Hanya mampir sebentar saja, lalu kami menuju masjid Raya Baiturahman, masjid kebanggaan rakyat Aceh, yang juga tetap berdiri kokoh saat tsunami menghantam. Dalam perjalanan dari pantai, aku sempat menyaksikan fenomena unik pasca tsunami, yaitu adanya makam yang katanya jarak antar nisannya jadi bergeser panjang sekali pasca tsunami.. Yang semula hanya 1 meter menjadi sekitar 10 meter…. Hmm..serem yah…
Oya, tapi sebelum sampai ke masjid Raya, aku harus menceritakan juga kelezatan Mie Aceh yang sempat kami santap dalam perjalanan. Kawan-kawan membawaku ke salah satu kedai Mie Aceh yang cukup terkenal untuk mencicipi makanan khas ini. Hmm..aku pesan mie Aceh jenis kering dengan tambahan kepiting… Mak Nyuss deh….!! Selain itu, kami sempat pula mampir ke toko-toko souvenir untuk sekedar mencari oleh-oleh untuk yang di rumah. Souvenir khas Aceh adalah tas-tas bersulam dengan aneka motif dan bentuknya. Tidak lupa aku beli juga kain “batik” khas Aceh sebagai kenangan. Yang menarik lagi, sepanjang perjalanan menyusuri Banda Aceh, aku banyak melihat kedai kopi.. Dan kata seorang kawan, Banda Aceh adalah kota dengan 1001 kedai kopi… Kopi Aceh juga memiliki cita rasa yang khas… yang terkenal antara lain adalah kopi Solong Ulee Kareng…
Sampai di Masjid Baiturrahman, hari sudah menjelang Isya waktu Aceh (sekitar jam 20.00 WIB). Suasana sekitar masjid ternyata cukup ramai, banyak keluarga dengan anak-anak bermain-main di halaman masjid yang luas. Setelah istirahat sejenak, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Aku diantar ke hotel, karena masih harus menyiapkan mengisi acara untuk esok harinya di hadapan kawan-kawan apoteker PD IAI Aceh. Capek sih, tapi seneeng dan puass…..
Diskusi Ilmiah PD IAI Aceh
Hari Minggu paginya, aku dijemput dari hotel sekaligus check out dan berangkat menuju acara Diskusi Ilmiah.. Rasanya cukup tersanjung bahwa teman-teman sengaja membuat acara Acara Diskusi Ilmiah ini untuk memanfaatkan kehadiranku di Banda Aceh. Aku sih senang saja bisa bertemu kawan-kawan apoteker Aceh. Lagian perjalanan sudah begitu jauh dari Yogya, sayang kalau cuma sebentar dan tidak bermanfaat lebih banyak, hanya menghabiskan waktu di jalan saja. Alhamdulillah, pesertanya lumayan banyak, walaupun disiapkan mendadak. Kegiatan ini diselenggarakan di Ruang pertemuan Rumah Sakit Zaenal Abidin Banda Aceh yang baru. Wah,… gedungnya megah dan bersih. Kata teman-teman, peralatannya relatif lengkap, bantuan dari Jerman. Sebagai informasi, gedung RS yang lama termasuk yang hancur terkena tsunami.
Pada kesempatan ini, aku menyampaikan materi tentang penyakit arthritis dan bagaimana peran apoteker dalam memberi pelayanan kefarmasian terkait dengan penyakit ini. Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al Quran. O iya, sewaktu acara di Poltekkes juga demikian. Nampaknya pakemnya untuk acara resmi di Aceh adalah diawali pembacaan ayat Suci Al Quran, sambutan oleh Panitia, pembukaan oleh pejabat berwenang, kemudian berdoa dulu sebelum acara inti dimulai. Kali ini Ketua PD IAI Aceh sendiri, Bp Drs. Iskani, MS, Apt yang membuka acara, sementara Ketua MPEA IAI Aceh, Bp Drs Ibrahim, Apt juga hadir menyaksikan dan mengikuti Diskusi hingga selesai. Acara berlangsung cukup lancar dan meriah, banyak pertanyaan2 juga dari peserta. Rasanya senang dan puas bisa bertemu dan berbagi dengan kawan-kawan di Banda Aceh. Dan seperti yang terjadi di Poltekkes hari sebelumnya, acara diakhiri dengan foto bersama yang cukup seru juga… Sayangnya tidak semua foto-foto bisa ditampilkan di sini karena keterbatasan tempat.. Yang di bawah ini adalah aku bersama tim sukses Acara Diskusi Ilmiah… para srikandi yang hebat-hebat dari Tanah rencong…
Kembali ke bumi Yogya
Setelah diajak makan siang bebakaran ikan yang tidak kalah nikmatnya, akhirnya tibalah saatnya aku harus mengakhiri perjalananku di Aceh. Sore itu kawan-kawan mengantarku ke Bandara Sultan Iskandar Muda. Pesawat Garuda membawaku terbang ke Yogya via Jakarta, dengan membawa aneka kenangan indah dari bumi serambi Mekkah. Terimakasih buat kawan-kawan yang sudah menyambut, menemani, dan mengantar selama di Aceh. Terimakasih buat Rini, Vonna, Fitri, Rara, Sarah, Bu Munira, pak Fahmi, dan semua kawan yang tak bisa kusebut satu persatu. Semoga kebaikan kalian mendapat balasan lebih baik lagi dari Allah SWT. Amiien. Yang menarik adalah setelah aku balik ke Yogya, diberitakan Aceh Tengah mengalami gempa yang lumayan kuat.. Alhamdulillah, aku tidak perlu mengalami gempa di sana. Dan kata seorang kawan, hari-hari sebelum aku datang cuaca kurang bagus, ada hujan dan angin yang cukup besar, juga setelah aku pulang, cuaca memburuk lagi ditambah dengan gempa. Sampai-sampai Vonna berkomentar ketika aku sudah sampai di Yogya,” Beneran deh.. kayaknya alam Aceh kemarin menyambut kedatangan ibu, karena hari ini kembali hujan dan angin badai, plus gempa 6.1 Skala Richter tadi sore’…..Yah, alhamdulillah….masih diberi kemudahan dan keselamatan dalam perjalanan..
Destinasi ngamen dan wisata kuliner berikutnya adalah Kupang pada bulan Agustus, dan Padang pada bulan Oktober. Sampai jumpa di catatan perjalanan berikutnya…
komentar