Steven-Johnson Syndrome : “alergi” obat yang seram…

20 01 2014

Dear kawan,

Tulisanku tentang Steven-Johnson Syndrome (SJS) di harian Tribun Yogya pada tanggal 19 Januari 2014 kemarin mengundang beberapa permintaan untuk menuliskan lagi topik itu di blog ini. Sebenernya aku sudah pernah menulis tentang topik ini di blog beberapa waktu lalu. (klik di sini). Tapi ngga ada salahnya aku tulis lagi tentang topik ini dengan tambahan cerita, dan sebagiannya sama dengan tulisan sebelumnya atau dengan yang tertulis di Tribun.

E-mail seorang selebritis

Suatu hari di bulan Januari 2013, hampir persis setahun yang lalu, sebuah e-mail masuk ke Blackberry-ku, dari seorang yang mengaku bernama Harry Kiss. Beliau menanyakan tentang SJS yang terjadi pada putranya. Atas seijin beliau, aku menceritakan tentang kasus putranya dan aku kutipkan e-mail pertamanya:

Selamat siang Mbak,

Anak saya nomor dua, adiknya Vidi Aldiano, kemarin itu demam, trus bibirnya penuh sariawan, Saya membaca artikel mbak tentang SJS, kayaknya gejalanya hampir sama, bibirnya bengkak dan sariawan dimana mana, Sekarang dia dirawat di RS Eka Hospital, apa yang harus saya lakukan..?

Salam

Harry Kiss

What??!!…. Vidi Aldiano? Bukannya itu nama artis penyanyi yang lagi ngetop? Dan ini berarti ayahnya Vidi Aldiano? Hmm.. antara percaya dan tidak, soalnya sekarang kan banyak hoax atau junk mail….. Tapi kalau melihat isi e-mailnya, kurasa aku tidak perlu mempedulikan apakah benar ini ayahnya Vidi Aldiano yang penyanyi itu atau bukan, … yang jelas pengirim e-mail memerlukan informasi mengenai SJS yang memang pernah aku tulis, dan beliau mungkin menemukan tulisanku saat sedang searching di internet…. Dan terlihat sekali beliau sangat cemas dengan keadaan putranya (yang akhirnya kutahu namanya Diva). Lalu aku balas e-mailnya.

Luka lepuh seperti sariawan di bibir Diva

Luka lepuh seperti sariawan di bibir Diva

Aku tanyakan apakah sebelum terkena SJS, Diva baru mengkonsumsi obat tertentu. Hal ini karena SJS adalah salah satu jenis reaksi tubuh, semacam alergi/hipersensitif yang cukup berat, terhadap adanya paparan, di mana obat merupakan salah satu pemicunya. Dalam kontak-kontak via e-mail berikutnya, aku mendapatkan info bahwa diduga kuat Diva mengalami SJS. Pak Harry juga mengirimkan gambar kondisi Diva dengan bibirnya yang penuh semacam sariawan. Juga info bahwa memang beberapa hari sebelumnya Diva sakit flu dan mendapat resep obat dari Dokter.

  Pak Harry mengirimkan juga resep tersebut. Aku mencoba menganalisis resep tersebut, dan aku jumpai bahwa ada beberapa obat dalam resep tersebut yang memang sering dikaitkan dengan kejadian SJS, antara lain kalium diklofenak  (Kaflam) dan parasetamol (Maganol).

Resep untuk Diva sebelum mengalami SJS

Resep untuk Diva sebelum mengalami SJS

Oya, karena agak penasaran dengan sosok Pak Harry Kiss, aku mencoba searching tentang beliau… dan ternyata benar beliau adalah ayahnya Vidi Aldiano. Dan beliau memiliki event organizer besar Harry Kiss Production (http://www.harrykiss.com/hkp/) yang sering dipakai untuk penyelenggaraan acara-acara di istana kepresidenan… 🙂

Apa sebenarnya Steven-Johnson Syndrome (SJS) ?

Mungkin sebagian masih asing dengan istilah penyakit ini. Penyakit ini sebenarnya memang jarang terjadi, namun nyatanya sesekali bisa dijumpai di sekitar kita. Gangguan ini sulit diprediksi sebelumnya. Yang lebih penting lagi, penyebabnya kadang adalah obat yang sering digunakan sehari-hari seperti obat turun panas parasetamol, obat penghilang rasa sakit golongan non-steroid, seperti diklofenak, piroksikam, juga antibiotika (yang paling sering golongan sulfa dan penisilin), dll. Tak kurang, FDA di Amerika pun telah memberi edaran peringatan untuk berhati-hati terhadap risiko terjadinya SJS oleh parasetamol/asetaminofen. (klik di sini)  Bisa dikatakan ini adalah salah satu bentuk “alergi” obat yang berat, namun berbeda dengan alergi yang biasa.

Syndrome sendiri artinya adalah sekumpulan gejala (symptom), di mana pada penyakit ini terdapat aneka gejala, mulai dari lesi merah di kulit, sariawan di rongga mulut, sampai luka lepuh di kulit dan alat genital, dll. Manisfestasi klinis gangguan SJS ini sangat bervariasi antar pasien, dari yang ringan sampai berat. Yang berat bisa cukup fatal dan mengakibatkan kematian, terutama jika terjadi komplikasi. Nama Steven-Johnson merujuk pada nama dua orang dokter, pak Steven dan Pak Johnson yang pertama-kalinya mengidentifikasikan adanya syndrome ini. Penyebabnya pada umumnya tidak diketahui dan sulit diprediksikan sebelumnya, namun pada umumnya merupakan respon imun tubuh yang berlebihan terhadap zat asing. Hampir seperti reaksi alergi, tetapi bentuknya khas dan lebih berat. Secara patofisiologi, mekanisme terjadinya alergi tidak sama dengan mekanisme SJS, dalam hal antibodi yang terlibat dan mediatornya. Jika reaksi alergi biasa melibatkan antibodi imunoglobulin E (IgE), SJS melibatkan IgG dan IgM dan merupakan reaksi imun yang kompleks. Beberapa obat dilaporkan dapat menyebabkan reaksi SJS, terutama adalah obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dan obat antibiotik golongan sulfa. Selain itu unsur makanan, cuaca, infeksi (jamur, virus, bakteri) juga diduga dapat merupakan faktor penyebab. Susahnya, reaksi ini sulit untuk diprediksi sebelumnya jika belum kejadian.

Bagaimana pengatasannya?

Tidak ada obat yang spesifik untuk mengatasi SJS, sehingga pengobatannya adalah berdasarkan gejala yang ada. Istilahnya diberi terapi suportif, untuk mendukung dan memperbaiki kondisi pasien. Jika keadaan umum pasien cukup berat, maka perlu diberi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral melalui infus. Karena infeksi juga merupakan salah satu penyebab SJS terutama pada anak-anak, maka diberi pula antibiotik dengan spektrum luas, yang kemudian dilanjutkan dengan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab. Untuk menekan sistem imun, digunakan pula kortikosteroid, walaupun penggunaannya masih kontroversial, terutama bentuk sistemik. Contohnya adalah deksametason dengan dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Untuk gatalnya bisa diberi anti histamin jika perlu. Untuk perawatan lesi pada mata diberi antibiotika topikal. Kulit yang melepuh ditangani seperti menangani luka bakar. Lesi kulit yang terbuka dikompres dengan larutan saline atau Burowi. Lesi di mulut bisa dirawat dengan antiseptik mulut. Dan jika ada rasa nyeri bisa diberikan anestesi topikal. Semua terapi ini akan diberikan oleh dokter sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Kesembuhan pasien sangat tergantung dari berat ringannya gejala yang muncul.

Pencegahannya?

Jika belum pernah terjadi, sulit untuk mencegahnya karena tidak bisa diprediksikan. Tetapi jika sudah pernah terjadi sekali saja, maka upayakan untuk mengenali faktor penyebab, dan sebisa mungkin menghindar dari faktor penyebab tersebut. Jika disebabkan karena obat, perlu dipastikan nama obat tersebut dalam nama generik, dan hindarkan penggunaan obat yang sama dalam berbagai nama paten yang ada. Jika perlu, tanyakan kepada apoteker macam-macam obat yang ada pada resep Anda. Contoh nama generik adalah parasetamol, dan obat ini bisa dijumpai dalam berbagai merk dagang, seperti : Panadol, Sanmol, Tempra, Thermorex, Paramex, Bodrex, dll. Kadang masyarakat tidak mengetahui nama generik obat dan hanya mengenal nama patennya sehingga hanya menghindari obat dengan nama paten tersebut, padahal bisa jadi obat pemicu SJS tersebut terdapat pula pada merk obat yang lain. Jika anda berobat ke dokter untuk suatu penyakit, sampaikan pada dokter bahwa anda sensitif dan pernah mengalami SJS dengan obat tertentu (sebut nama obatnya), agar dokter tidak meresepkan obat tersebut. SJS bisa saja terulang lagi jika terkena paparan bahan yang menjadi pemicu.

Bagaimana akhir cerita Diva?

Setelah beberapa hari dirawat dan mendapatkan terapi suportif serta untuk mengurangi gejala, Diva akhirnya sembuh dan boleh pulang. Untuk obat oles bibirnya, Diva mendapatkan resep berisi: Kemicitine 0.5, Prednison 0.05, Avil 0.25 , lanolin 2.5, vaseline ad 25. Kondisi Diva relatif tidak sangat parah, walaupun digambarkan oleh Pak Harry cukup “menyeramkan”. Sebagian pasien mungkin mengalami gejala yang lebih berat, seperti dialami oleh keluarga salah satu pembaca blog-ku, yang menceritakan bahwa ayahnya meninggal akibat SJS. Sebuah komentarnya menyatakan begini (aku kutipkan sesuai aslinya) : “Papa saya terserang penyakit SJS. Hanya 12 hari kemudian meninggal, dokter hanya bilang papa saya keracunan obat. Yang memang saya tau dia mengkonsumsi obat berupa jamu yang berasal dari China. Gejala awalnya berupa sariawan pada bibir kemudian telapak tangan dan kaki tumbuh gelembung air seperti cacar dan sangat sakit, setelah itu baru timbul kemerahan di sekujur badan hingga badannya mirip orang yang terluka bakar. Beberapa hari lalu saya sempat juga melihat acara TV Korea, ada beberapa orang yang terkena SJS yang di sebabkan terlalu seringnya mereka mengkonsumsi jamu tradisional Korea.”

Lesson learnt

Say Hello dari Manchester :)

Say Hello dari Manchester 🙂

Walaupun jarang terjadi, namun jika terjadi bisa fatal akibatnya. Maka berhati-hatilah untuk mengkonsumsi obat, termasuk jamu. Aku juga menyarankan pada Pak Harry via e-mail, agar jika suatu waktu Diva sakit dan berobat ke dokter, sampaikan bahwa Diva pernah mengalami SJS akibat obat tertentu, agar dokter bisa memilihkan alternatif terbaik untuk Diva. Buatku, banyak pengalaman yang bisa dipetik dengan berbagi ilmu di blog ini. Perkenalan dengan keluarga Vidi Aldiano merupakan satu pengalaman menarik juga. Sampai suatu saat ketika kami kontak via Whatsapp, keluarga mereka sedang berada di Manchester, dan Pak Harry mengirimkan foto mereka berdua (Pak Harry dan Vidi) ketika di Manchester, Inggris, dengan bertuliskan ” Bu Zullies Ikawati, apa kabarnya?”…. Aku tak peduli walaupun jelas itu foto editan, yang penting bukan aku yang ngedit lohhehe… suatu kreativitas dan sapaan yang penuh kekeluargaan…

Demikian sekedar berbagi tentang SJS, semoga bermanfaat…